Kritik disampaikan ketika Jokowi dan Ahok baru menjabat sebulan. Jokowi dan Ahok tak menggubris kritikan Bang Yos.
Ditarik mundur ke belakang, ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso memiliki segudang program dan kebijakan untuk mewujudkan mimpinya, yakni menjadikan Jakarta sebagai kota dengan standar internasional.
Mimpi yang dimiliki Sutiyoso itu antara lain angkutan sungai seperti kota-kota di Eropa, memiliki sistem transportasi modern, tertib lalu lintas hingga udara terbebas dari asap rokok dan kendaraan.
Demi merealisasikan mimpi itu, tidak jarang Sutiyoso melakukan pelbagai gebrakan, dia juga tidak mengindahkan protes-protes yang diarahkan sejumlah LSM maupun warga yang merasa proyek tersebut tak sesuai.
Salah satu gebrakan yang dibuat Sutiyoso adalah ketika dirinya berusaha membangun jalur bus Transjakarta atau kerap disebut busway oleh masyarakat. Pembangunan itu dilakukan karena dia terinspirasi dengan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia.
Selama menjabat sebagai gubernur, Sutiyoso juga membangun pagar di sekeliling taman Monumen Nasional. Tidak hanya itu, untuk mempercantik kawasan tersebut, dia juga membawa rusa-rusa untuk ditempatkan di bagian tenggara Silang Monas.
Berdasarkan catatan merdeka.com, selain mencatat sejumlah keberhasilan, ternyata masiha da beberapa program lainnya yang dianggap gagal. Apa saja?
1. Angkutan sungai atau waterways
Jakarta memiliki karakteristik yang unik, di antaranya 13
sungai yang membelah ibu kota berhilir di Teluk Jakarta. Melihat kondisi
itu, Sutiyoso menggagas pembangunan angkutan sungai seperti kota-kota
di Eropa.
Angkutan sungai atau yang populer disebut waterways ini disebut sebagai alternatif transportasi bagi warga Jakarta. Sebagai langkah awal, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun jaringan di Kanal Banjir Barat dengan nilai investasi sebesar Rp 1,62 triliun.
Transportasi ini dibangun untuk menyukseskan Pola Transportasi Makro (PTM) yang digagas Sutiyoso. Untuk kali pertama, dibangun rute Halimun-Karet sepanjang 1,7 kilometer, rute ini merupakan bagian dari perencanaan rute Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer.
Waterways mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi makro Jakarta setelah diresmikan oleh Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Pemerintah juga mengoperasikan dua unit kapal berkapasitas 28 orang berjenis KM Kerapu III dan KM Kerapu IV yang berkecepatan maksimal 8 knot.
Angkutan ini memiliki rute Manggarai-Pasar Rumput-Mampang-Jembatan Rasuna Said-Sudirman-Dukuh Atas-Karet. Waktu perjalanan diperkirakan selama 33,16 menit. Waktu belum termasuk proses naik turun penumpang antara 1-2 menit di setiap dermaga dan waktu merapat dan berbalik arah yang memerlukan waktu 0,5-1 menit.
Hanya saja, sejak diluncurkan, waterways hanya sempat beroperasi selaam satu minggu saja. Moda transportasi ini gagal diwujudkan karena terdapat beberapa masalah krusial, utamanya debit air di KBB yang tidak memadai, serta timbunan sampah di sepanjang kali.
Angkutan sungai atau yang populer disebut waterways ini disebut sebagai alternatif transportasi bagi warga Jakarta. Sebagai langkah awal, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun jaringan di Kanal Banjir Barat dengan nilai investasi sebesar Rp 1,62 triliun.
Transportasi ini dibangun untuk menyukseskan Pola Transportasi Makro (PTM) yang digagas Sutiyoso. Untuk kali pertama, dibangun rute Halimun-Karet sepanjang 1,7 kilometer, rute ini merupakan bagian dari perencanaan rute Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer.
Waterways mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi makro Jakarta setelah diresmikan oleh Gubernur Sutiyoso pada 6 Juni 2007. Pemerintah juga mengoperasikan dua unit kapal berkapasitas 28 orang berjenis KM Kerapu III dan KM Kerapu IV yang berkecepatan maksimal 8 knot.
Angkutan ini memiliki rute Manggarai-Pasar Rumput-Mampang-Jembatan Rasuna Said-Sudirman-Dukuh Atas-Karet. Waktu perjalanan diperkirakan selama 33,16 menit. Waktu belum termasuk proses naik turun penumpang antara 1-2 menit di setiap dermaga dan waktu merapat dan berbalik arah yang memerlukan waktu 0,5-1 menit.
Hanya saja, sejak diluncurkan, waterways hanya sempat beroperasi selaam satu minggu saja. Moda transportasi ini gagal diwujudkan karena terdapat beberapa masalah krusial, utamanya debit air di KBB yang tidak memadai, serta timbunan sampah di sepanjang kali.
2. Kereta tunggal atau Monorel
Sistem transportasi massal dengan kereta tunggal atau biasa
disebut monorel turut menjadi program unggulan Sutiyoso unutk menata
Jakarta. Transportasi makro jenis ini dibangun dengan sistem elevated
atau melayang dan melintasi beberapa kawasan penting di ibu kota.
Pemerintah menetapkan proyek pembangunan monorel dengan dua lajur, yakni lajur hijau dengan jurusan Semanggi-Casablanca-Kuningan dan jalur biru yang melayani Kampung Melayu, Casablanca, Tanah Abang hingga Roxy.
Sayangnya, pembangunan ini kerap dirudung masalah finansial dan pergantian teknologi. Semula, Pemprov DKI menujuk perusahaan Malaysia MTrans sebagai kontraktor pada 2003 lalu. Mereka lantas memulai proses kontruksi pada Juni 2004 dan kemudian terhenti beberapa minggu berikutnya.
Kondisi itu membuat Sutiyoso membatalkan MoU dengan perusahaan tersebut dan mengalihkannya ke konsorsium asal Singapura, Omnico. Pengalihan itu dilakukan karena perusahaan tersebut mengusulkan menggunakan teknologi maglev buatan Korea Selatan.
Hanya berselang beberapa bulan, proyek itu kembali berpindah tangan melalui penandatanganan MoU baru pada Juli 2005. Pemprov DKI menyerahkan pembangunan monorel kepada perusahaan tanah air, PT Bukaka Teknik Utama, PT INKA, dan Siemens Indonesia.
Keputusan itu ditentang oleh Omnico dan membuat jadwal pembangunan dilakukan akhir 2007 terpaksa tertunda. Meski demikian, proses kontruksi tetap berlangsung dengan harapan pondasi dasar dan pilar dapat digunakan oleh konsorsium dan teknologi pemenang tender.
Sampai saat ini, proses pembangunan tetap berjalan di tempat alias mangkrak. Sejumlah pilar yang sudah berdiri di sepanjang Jl Asia Afrika hingga Jl Gelora, Jakarta Pusat. Untuk mewujudkan proyek yang terbengkalai selama 10 tahun itu, PT Adhi Karya kini mencoba memberikan usulan baru kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Pemerintah menetapkan proyek pembangunan monorel dengan dua lajur, yakni lajur hijau dengan jurusan Semanggi-Casablanca-Kuningan dan jalur biru yang melayani Kampung Melayu, Casablanca, Tanah Abang hingga Roxy.
Sayangnya, pembangunan ini kerap dirudung masalah finansial dan pergantian teknologi. Semula, Pemprov DKI menujuk perusahaan Malaysia MTrans sebagai kontraktor pada 2003 lalu. Mereka lantas memulai proses kontruksi pada Juni 2004 dan kemudian terhenti beberapa minggu berikutnya.
Kondisi itu membuat Sutiyoso membatalkan MoU dengan perusahaan tersebut dan mengalihkannya ke konsorsium asal Singapura, Omnico. Pengalihan itu dilakukan karena perusahaan tersebut mengusulkan menggunakan teknologi maglev buatan Korea Selatan.
Hanya berselang beberapa bulan, proyek itu kembali berpindah tangan melalui penandatanganan MoU baru pada Juli 2005. Pemprov DKI menyerahkan pembangunan monorel kepada perusahaan tanah air, PT Bukaka Teknik Utama, PT INKA, dan Siemens Indonesia.
Keputusan itu ditentang oleh Omnico dan membuat jadwal pembangunan dilakukan akhir 2007 terpaksa tertunda. Meski demikian, proses kontruksi tetap berlangsung dengan harapan pondasi dasar dan pilar dapat digunakan oleh konsorsium dan teknologi pemenang tender.
Sampai saat ini, proses pembangunan tetap berjalan di tempat alias mangkrak. Sejumlah pilar yang sudah berdiri di sepanjang Jl Asia Afrika hingga Jl Gelora, Jakarta Pusat. Untuk mewujudkan proyek yang terbengkalai selama 10 tahun itu, PT Adhi Karya kini mencoba memberikan usulan baru kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
3. Jalur khusus sepeda motor
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor, terutama kendaraan
roda dua terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data
kepolisian, sebanyak 8,5 juta unit sepeda motor berseliweran di jalanan
ibu kota.
Kondisi itu membuat Sutiyoso mengeluarkan kebijakan dengan melarang pengendara motor melenggang bebas di sepanjang Jalan Sudirman, MH Thamrin dan Gatot Subroto. "Jakarta sudah penuh sesak oleh sepeda motor," katanya pada 12 Januari 2007 lalu.
Demi mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas, dia memerintahkan jajarannya untuk membangun lajur khusus sepeda motor di sisi kiri jalan. Lajur serupa juga diberlakukan di Malaysia yang berdasarkan data setempat berhasil mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
Dengan pemberian jalur khusus itu, diharapkan tidak terjadi lagi konflik antara motor dengan kendaraan roda empat atau lebih. Beberapa kasus kecelakaan terjadi akibat pengendara motor terjatuh dan terlintas oleh kendaraan lainnya.
Akan tetapi, penerapan kebijakan itu tidak sepenuhnya berjalan. Penerapan hanya berlaku di sepanjang Jl Sudirman, Jakarta. Meski sudah dibangun garis khusus sepeda motor di Jl MH Thamrin, sejumlah kendaraan tetap saja melintas jalur yang hanya bisa dilalui kendaraan roda empat.
Permasalahan lainnya, beberapa angkutan umum yang ngetem sembarangan membuat pengendara roda dua kesulitan melalui jalur yang diperuntukkan. Tak hanya itu, jalur khusus tersebut juga sering dihinggapi kemacetan sehingga membuat sepeda motor nekat melintas jalur kendaraan lainnya.
Kondisi itu membuat Sutiyoso mengeluarkan kebijakan dengan melarang pengendara motor melenggang bebas di sepanjang Jalan Sudirman, MH Thamrin dan Gatot Subroto. "Jakarta sudah penuh sesak oleh sepeda motor," katanya pada 12 Januari 2007 lalu.
Demi mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas, dia memerintahkan jajarannya untuk membangun lajur khusus sepeda motor di sisi kiri jalan. Lajur serupa juga diberlakukan di Malaysia yang berdasarkan data setempat berhasil mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
Dengan pemberian jalur khusus itu, diharapkan tidak terjadi lagi konflik antara motor dengan kendaraan roda empat atau lebih. Beberapa kasus kecelakaan terjadi akibat pengendara motor terjatuh dan terlintas oleh kendaraan lainnya.
Akan tetapi, penerapan kebijakan itu tidak sepenuhnya berjalan. Penerapan hanya berlaku di sepanjang Jl Sudirman, Jakarta. Meski sudah dibangun garis khusus sepeda motor di Jl MH Thamrin, sejumlah kendaraan tetap saja melintas jalur yang hanya bisa dilalui kendaraan roda empat.
Permasalahan lainnya, beberapa angkutan umum yang ngetem sembarangan membuat pengendara roda dua kesulitan melalui jalur yang diperuntukkan. Tak hanya itu, jalur khusus tersebut juga sering dihinggapi kemacetan sehingga membuat sepeda motor nekat melintas jalur kendaraan lainnya.
4. Larangan merokok
Saat masih menjabat, Sutiyoso juga sempat menelurkan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang larangan merokok di tempat
umum. Melalui perda itu, warga dilarang merokok di lokasi-lokasi yang
sudah ditentukan, seperti dalam gedung, rumah sakit dan sekolah.
Setelah diketuk palu, perda mulai berlaku pada 4 Februari 2006 setelah melalui proses sosialisasi selama satu tahun. Ketika pertama kali bdiberlakukan, Pemprov DKI menerjunkan ratusan personel Satpol PP ke jalan-jalan protokol ibu kota untuk merazia pengguna kendaraan maupun warga yang kedapatan merokok di tempat terlarang.
Alhasil, dari razia itu, pemerintah mendapati ratusan warga yang tidak mengindahkan larangan merokok di tempat-tempat umum. Mereka yang tertangkap antara lain, karyawan salah satu gedung di Jakarta, pengemudi angkutan umum hingga penumpang.
Meskipun program ini sudah efektifkan sejak 6 April 2006, petugas masih mendapati warga yang merokok di tempat-tempat umum. Atas pelanggaran itu, pelakunya terancam sanksi berupa kurungan selama enam bulan dan denda sebesar Rp 50 juta rupiah.
Setelah berjalan selama tiga tahun dan digantikan Fauzi Bowo, larangan merokok masih tetap diberlakukan. Bahkan, area bebas rokok ditambah dan diperbanyak untuk menyulitkan warga merokok di lokasi-lokasi tertentu.
Ternyata, meski peraturan itu sudah berlaku, masih saja banyak orang merokok di sembarang tempat. Hal itu terjadi akibat pengawasan yang kurang cermat dan tidak tegasnya dari aparat, kondisi diperparah karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya merokok sehingga peraturan pemerintah sulit untuk direalisasikan.
Setelah diketuk palu, perda mulai berlaku pada 4 Februari 2006 setelah melalui proses sosialisasi selama satu tahun. Ketika pertama kali bdiberlakukan, Pemprov DKI menerjunkan ratusan personel Satpol PP ke jalan-jalan protokol ibu kota untuk merazia pengguna kendaraan maupun warga yang kedapatan merokok di tempat terlarang.
Alhasil, dari razia itu, pemerintah mendapati ratusan warga yang tidak mengindahkan larangan merokok di tempat-tempat umum. Mereka yang tertangkap antara lain, karyawan salah satu gedung di Jakarta, pengemudi angkutan umum hingga penumpang.
Meskipun program ini sudah efektifkan sejak 6 April 2006, petugas masih mendapati warga yang merokok di tempat-tempat umum. Atas pelanggaran itu, pelakunya terancam sanksi berupa kurungan selama enam bulan dan denda sebesar Rp 50 juta rupiah.
Setelah berjalan selama tiga tahun dan digantikan Fauzi Bowo, larangan merokok masih tetap diberlakukan. Bahkan, area bebas rokok ditambah dan diperbanyak untuk menyulitkan warga merokok di lokasi-lokasi tertentu.
Ternyata, meski peraturan itu sudah berlaku, masih saja banyak orang merokok di sembarang tempat. Hal itu terjadi akibat pengawasan yang kurang cermat dan tidak tegasnya dari aparat, kondisi diperparah karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya merokok sehingga peraturan pemerintah sulit untuk direalisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar